JAKARTA, Lingkar.news – Kantor Staf Presiden (KSP) menyatakan, pembentukan KUHP sudah melalui proses politik panjang dan merupakan manifestasi dari aspirasi publik, tentang perlunya regulasi baru yang lebih sesuai dengan konteks Indonesia saat ini.
“Jadi, tuduhan bahwa UU ini membahayakan demokrasi dan keselamatan masyarakat tidak tepat,” kata Tenaga Ahli Utama Kedeputian V, Mufti Makarim, pada Kamis, 15 Desember 2022.
Mufti menekankan, Undang-Undang sebelum KUHP baru lebih berpotensi bertentangan dengan demokrasi dan keselamatan masyarakat, di mana pada masa Orde Lama dan Orde Baru telah banyak digunakan untuk menjadi alat represi.
Jelaskan soal Pasal Kohabitasi dalam KUHP, DPR: Delik Aduan Absolut
“Karena itu, pengesahan KUHP baru merupakan babak baru Indonesia dengan lahirnya kodifikasi hukum pidana yang aktual,” tambahnya.
Dia mengatakan, Pemerintah memiliki penjelasan atas pasal-pasal yang sudah ditetapkan. Selain itu, isu-isu krusial yang menjadi perhatian publik sudah diakomodasi selama pembahasan bersama DPR.
“Ada beragam elemen masyarakat dan aspirasi yang telah disampaikan. Tentu proses penetapan berbagai aspirasi tersebut dilakukan dengan berhati-hati dan harus sesuai dengan ruang lingkup yang diatur dalam KUHP. Sehingga, tidak relevan mengaitkan narasi pasal dan akomodasi ruang lingkup dengan isu politik yang konspiratif,” jelasnya.
Dia menambahkan, proses pembentukan KUHP selama ini turut melibatkan kalangan akademisi yang kredibel, baik secara keilmuan maupun independensi.
“Saya rasa, unsur akademisi yang dilibatkan pada pembentukan KUHP memiliki kredibilitas yang tidak diragukan. Sehingga, ketentuan yang dirumuskan pada KUHP baru, pastinya mengandung banyak perspektif dari unsur akademisi yang seyogyanya berpegang teguh bagi kepentingan kemanusiaan,” ujar Mufti. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)