BANTUL, Lingkar.news – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, meminta seluruh pedagang makanan, termasuk penjual bakso, agar mencantumkan label halal maupun nonhalal pada produk yang dijual.
“Harapan kami terkait dengan penjual bakso di Bantul ataupun penjual makanan yang lainnya harap mencantumkan label halal maupun nonhalal,” kata Wakil Bupati Bantul Aris Suhariyanta, Senin, 27 Oktober 2025.
Imbauan tersebut disampaikan menyusul temuan warung bakso di Kelurahan Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, yang diketahui menggunakan bahan baku daging babi.
Warung tersebut sebelumnya tidak mencantumkan keterangan nonhalal hingga kasusnya menjadi viral di media sosial.
“Makanya itu (cantumkan label halal) penting, karena kita hidup di Bantul ini memang Bantul yang agamis, apalagi dengan maraknya pedagang bakso dan lain lain di Bantul,” ujar Aris.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bantul, Jati Bayu Broto, menyatakan pihaknya masih menunggu arahan dari instansi terkait sebelum mengambil langkah lebih lanjut terhadap warung bakso tersebut.
“Saya menunggu respons dari Dinas Kesehatan (Dinkes) dan DKUKMPP (Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan) dulu. Ranahnya di organisasi perangkat daerah (OPD) teknis dulu,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia (DMI) Ngestiharjo Kasihan, Ahmad Bukhori, mengungkapkan warung Bakso Pak Saido sudah berjualan sejak tahun 2016, setelah sebelumnya berkeliling sejak akhir 1990-an.
Menurutnya, DMI mengetahui penggunaan bahan babi dalam bakso tersebut setelah menerima laporan masyarakat dalam kegiatan pengajian rutin bulanan.
“Penjual hanya memasang tulisan ‘B2’ ukuran kecil kira-kira separuh HVS. Ditempel di gerobak. Itu pun kadang dipasang, kadang tidak. Sehingga banyak umat Muslim yang tidak menyadari bakso tersebut berbahan dasar babi,” jelasnya.
Bukhori menambahkan, DMI bersama perangkat desa setempat telah melakukan pendekatan kepada penjual sebelum akhirnya memasang spanduk bertuliskan ‘nonhalal’ di warung tersebut untuk memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat.
Ia menegaskan, praktik tersebut melanggar Pasal 93 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, yang mewajibkan pelaku usaha mencantumkan keterangan tidak halal pada produk yang berasal dari bahan nonhalal.
“Dari sisi keagamaan, DMI memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi umat. Karena itu, kami langsung memasang spanduk label nonhalal agar masyarakat, terutama umat Muslim, dapat menghindari produk makanan berbahan dasar babi,” pungkasnya.
Jurnalis: Ant
Editor: Rosyid

