umy

Pakar Hukum UMY: Banyak Sengketa Hak Cipta Akibat Kontrak yang Tidak Rinci

YOGYAKARTA, Lingkar.newsPakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Trisno Raharjo memberikan tanggapan terkiat polemik royalti musik yang memanas belakangan ini.

Pihaknya menegaskan bahwa lagu yang sudah masuk ranah domain publik dapat diputar bebas tanpa kewajiban membayar royalti.

“Jika sebuah lagu sudah menjadi ‘public domain’, dapat digunakan tanpa harus membayar royalti,” ujar Trisno di Fakultas Hukum UMY, Yogyakarta, Selasa, 19 Agustus 2025.

Perlindungan hak cipta, kata dia, memiliki batas waktu tertentu. Setelah masa perlindungan habis, karya cipta otomatis bisa dimanfaatkan publik tanpa memerlukan izin atau pembayaran.

Lagu-lagu klasik maupun sejumlah lagu populer lama, menurut dia, menjadi contoh karya yang kini sudah bebas digunakan sehingga bisa menjadi pilihan bagi pelaku usaha kecil seperti kafe dan restoran yang keberatan membayar royalti musik.

Meski begitu, Trisno mengatakan pemutaran musik di ruang publik berbeda secara mendasar dengan konsumsi pribadi.

“Kalau musik diputar di rumah, itu merupakan hak pribadi. Namun jika diputar di kafe atau mal, ada nilai komersial di sana. Musik digunakan untuk menarik konsumen agar betah, maka wajar jika pencipta berhak atas royalti,” ucap Dosen FH UMY ini.

Lebih lanjut, ia menilai banyak sengketa hak cipta terjadi akibat kontrak yang tidak rinci antara pencipta, penyanyi, dan pihak industri musik.

“Jika kontrak sudah jelas, sengketa bisa diminimalisir. Sayangnya, banyak kontrak hanya mengatur secara umum, sehingga ketika lagu populer, muncul gugatan. Revisi UU Hak Cipta harus mampu memberi kejelasan hukum agar tidak menimbulkan kontroversi baru,” ujar Trisno.

Dia menilai keberadaan ketentuan pidana dalam UU Hak Cipta memang bertujuan melindungi hak pencipta sekaligus memberi efek jera.

Namun, ia berharap penegakan hukum menurutnya tidak boleh dilakukan secara berlebihan hingga menimbulkan kriminalisasi terhadap konsumen maupun pelaku usaha kecil.

Hukum pidana, kata dia, seharusnya menjadi pilihan terakhir dalam penyelesaian pelanggaran hak cipta.

Jurnalis: Ant
Editor: Sekar S