BANTUL, Lingkar.news – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta tetap berusaha secara mandiri dalam mengelola sampah yang selama ini digencarkan meski Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan kembali dibuka secara terbatas mulai 5 September setelah ditutup sementara pada 23 Juli 2023.
“Jadi, intinya walaupun TPST Piyungan dibuka, kita masih terus berusaha, karena sudah diambil keputusan dimana Bantul ini harus mandiri dalam mengelola sampah,” kata Bupati Bantul Abdul Halim Muslih di Bantul, Selasa.
Dengan demikian, kata dia, Bantul tidak terpengaruh adanya pembukaan kembali TPST Piyungan yang merupakan tempat pembuangan akhir (TPA) regional, karena pemkab lebih memilih opsi menyelesaikan sampah secara mandiri, permanen demi keberlanjutan lingkungan hidup yang lebih sehat.
Dia mengatakan agar sampah organik terkelola dengan baik, sampah nonorganik terkelola dengan baik dan tidak ada penumpukan, karena semua sampah hilang. Sampah nonorganik didaur ulang, yang organik diolah bisa jadi pupuk atau ditanam biar hancur sendiri melalui mekanisme alam.
“Maka juglangan (lubang di tanah) itu kita sarankan, kita imbau agar dibuat masyarakat di setiap rumah tangga, di masing-masing rumah tangga punya juglangan untuk mengubur sampah seperti yang dilakukan nenek moyang kita dulu,” katanya.
Bupati mengatakan keluarga-keluarga di zaman dulu itu sampah tidak menjadi persoalan, karena sudah bisa diselesaikan. Menurut dia, zaman dulu tidak ada Dinas Lingkungan Hidup (DLH), tidak ada petugas pemungut sampah keliling, karena minimnya timbunan sampah.
“Mungkin karena sampah nonorganik belum terlalu banyak seperti sekarang, sekarang kan ada kemasan plastik aluminium, tetapi juglangan telah dicontohkan oleh nenek moyang kita dan itu aman-aman saja jika yang dimasukkan sampah organik,” katanya.
Dia mengatakan sementara sampah yang diproduksi rumah tangga secara umum bisa dikelola oleh masyarakat bersama pedukuhan dan kelurahan melalui TPS sistem 3R (reduse, reuse, recycle), bahkan hasil daur ulang sampah non organik itu bisa memiliki nilai ekonomi.
“Apalagi dengan tersedianya anggaran Rp 50 juta per pedukuhan yang sebagian pemanfaatan untuk sampah, artinya Bantul itu memang sudah mengandaikan tidak menggunakan TPST Piyungan dan menuju penyelesaian sampah secara paripurna dengan program Bantul Bersama, Bersih Sampah Tahun 2025,” katanya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)