
JAKARTA, Lingkar.news – Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), mengatakan pemerintah Indonesia perlu meratifikasi Konvensi Kejahatan Siber PBB (The UN Convention Against Cybercrime) yang diadopsi pada 24 Desember 2024.
Hal itu mengingat kejahatan siber yang bersifat kompleks dan lintas, sehingga perlu upaya bersama dari berbagai negara untuk menghadapinya.
Menurut Bamsoet, ratifikasi konvensi ini tak hanya jadi pembaruan hukum digital nasional, tetapi juga akan memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan dan diplomasi digital global.
“Ratifikasi Konvensi Kejahatan Siber PBB harus menjadi prioritas legislasi nasional Indonesia. Ini langkah penting memperkuat sistem hukum, meningkatkan perlindungan digital, dan berkontribusi pada keamanan siber global,” kata Bamsoet, dalam keterangan resmi, diterima Lingkar.news, Sabtu, 24 Mei 2025.
Ia menuturkan, Konvensi Kejahatan Siber PBB mengatur dua kategori besar pelanggaran. Pertama, kriminalitas konvensional yang kini berpindah ke ranah digital. Seperti penipuan, perdagangan manusia, dan eksploitasi seksual anak secara daring.
Kedua, kejahatan yang sepenuhnya berakar dari ekosistem digital. Termasuk penyebaran malware, serangan DDoS, pencurian data, dan peretasan sistem kritikal.
Konvensi ini juga menaruh perhatian serius bagi dimensi hak asasi manusia dalam dunia maya. Termasuk perlindungan terhadap ujaran kebencian, pelecehan berbasis gender. Serta disinformasi yang mengancam demokrasi.
“Ratifikasi konvensi ini mencerminkan tanggung jawab Indonesia sebagai negara yang berkomitmen terhadap keamanan dan keamanan siber global,” sambung legislator yang juga Wakil Ketua Umum Golkar ini.
Diakuinya, ini langkah konkret untuk menciptakan ruang digital yang lebih aman, tertib, dan manusiawi bagi semua warga. Dengan kerangka hukum yang jelas dan kerja sama internasional yang kuat, Indonesia dapat efektif dalam melindungi infrastruktur kritis, data pribadi, serta hak-hak digital warganya.
Ia memaparkan, mendukung ratifikasi Konvensi Kejahatan Siber PBB menuntut harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional. Di Indonesia, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), serta norma-norma lain di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, perlu ditinjau agar sejalan dengan semangat dan prinsip yang terkandung dalam konvensi.
Proses harmonisasi ini tak hanya meningkatkan kualitas regulasi yang ada, tapi memperkuat fondasi hukum dapat mendukung penegakan hukum yang efektif menghadapi kejahatan siber.
“Tanpa ratifikasi dan adopsi prinsip-prinsip konvensi ini di sistem hukum nasional, Indonesia akan terus kesulitan mengejar pelaku kejahatan lintas batas, serta tertinggal dalam pengembangan kapasitas teknis dan sumber daya manusia di bidang keamanan siber,” pungkasnya.
Jurnalis: Ceppy Febrinika Bachtiar
Editor: Ulfa Puspa