
MANOKWARI, Lingkar.news – Pembentukan daerah otonomi baru (DOB) Kabupaten Manokwari Barat berpotensi menimbulkan konflik sosial. Oleh karena itu Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) pun meminta agar Gubernur Papua Barat dan Gubernur Papua Barat Daya menggelar tikar adat.
Ketua Kelompok Kerja Adat MRPB, Musa Mandacan, mengatakan gelar tikar adat sebagai solusi efektif mengeluarkan lima distrik dari wilayah Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya.
Hal tersebut sesuai dengan aspirasi masyarakat lima distrik yang berkeinginan menjadi bagian administrasi wilayah DOB Manokwari Barat yaitu Mubrani, Saukorem, Kebar, Kebar Timur, dan Senopi.
“MRPB siap fasilitasi gelar tikar adat yang dihadiri dua gubernur dan dua bupati. Kalau tidak, masalah berkepanjangan, kasihan masyarakat,” kata Musa di Manokwari, Senin,30 Juni 2025.
Musa menjelaskan bahwa lima distrik berstatus dipinjamkan kepada Tambrauw untuk pemenuhan syarat pemekaran dari kabupaten induk yaitu Manokwari sebelum Papua Barat menjadi dua provinsi.
Dia mengatakan MRPB sudah mengajukan permintaan dialog dengan Bupati Tambrauw Yeskiel Yesnath agar dapat menindaklanjuti aspirasi masyarakat lima distrik, namun hingga kini belum mendapat respon balik.
“Masyarakat kelima distrik itu merupakan wilayah adat Suku Meyah, jadi harus dikembalikan ke Manokwari sebagai daerah asal,” ujarnya.
Menurutnya, blokade ruas jalan Trans Papua Barat-Papua Barat Daya (Distrik Sidey Manokwari) yang dilakukan masyarakat adat merupakan aksi penolakan terhadap sikap Bupati Tambrauw.
Selain itu, ia mengatakan letak geografis lima distrik itu lebih dekat dengan Manokwari sebagai Ibu Kota Provinsi Papua Barat dibandingkan jarak tempuh ke Sorong (Papua Barat Daya) menggunakan transportasi darat.
“Tambrauw sudah masuk Papua Barat Daya. Biaya transportasi dari lima distrik ke Sorong itu bisa sampai Rp6 juta, kalau ke Manokwari Rp200 ribu,” ucap Musa.
Pihaknya menyebut aspirasi masyarakat lima distrik sudah disampaikan kepada Anggota DPR RI daerah pemilihan (dapil) Papua Barat Obeth Ayok dengan maksud menindaklanjuti ke Komisi II DPR RI di Jakarta.
Jurnalis: Anta/Ceppy Bachtiar
Editor: Ulfa Puspa