YOGYAKARTA, Lingkar.news – Serangan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) telah merusak puluhan hektare lahan pertanian berbagai komoditas di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY, Syam Arjayanti, menyampaikan serangan monyet ekor panjang terjadi di sejumlah daerah, seperti Bantul, Kulon Progo, Sleman dan Gunungkidul. Serangan monyet itu menyasar hampir semua komoditas mulai jagung, kacang tanah, padi, hingga ubi kayu.
“Kerugiannya lumayan juga. Itu sudah hampir merata semua kabupaten terdampak kera ekor panjang,” ujar Syam, Senin, 29 September 2025.
Berdasarkan data DPKP, luas serangan monyet ekor panjang mencapai 50 hektare, dengan rincian delapan hektare di Bantul dan 42 hektare di Gunungkidul.
Serangan itu, paling banyak merusak lahan jagung seluas 21 hektare, disusul ubi kayu 16 hektare, kacang tanah 12 hektare, dan padi satu hektare.
Syam menjelaskan kera ekor panjang sebenarnya bukan satwa yang dilindungi berdasarkan hukum di Indonesia.
Namun, ia mengakui pembunuhan terhadap primata tersebut tetap tidak diperkenankan karena mendapat sorotan dari komunitas internasional.
“Kalau dari petani (mengatakan) ya, sudah kita bunuh saja karena kan istilahnya merusak dan dirugikan,” terangnya.
Syam menilai perusakan tanaman pertanian oleh sekawanan kera ekor panjang terjadi lantaran habitat satwa tersebut banyak beralih fungsi sehingga mereka kekurangan sumber pangan.
“Sehingga mereka turun untuk merusak tanaman-tanaman yang ada,” ucapnya.
DPKP DIY telah berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk mencari langkah pengendalian yang tepat.
“Ini baiknya seperti apa? Karena kita tidak bisa membunuh itu tadi ya, sehingga perlu perbaikan habitatnya supaya sumber pangan mereka tercukupi,” ucapnya.
Menurut Syam, upaya pengendalian yang dilakukan DPKP DIY hingga kini telah mencakup lebih dari 200 hektare lahan.
Ia mengatakan kera ekor panjang bisa menyerang hampir semua jenis tanaman pertanian.
“Semua tanaman dia mau, kecuali cabai mungkin karena pedas,” sambungnya.
Jurnalis: Rara
Editor: Ulfa Puspa